Unik serta sangat menarik. Dari jaman dahulu hingga sekarang Garut memang terkenal dengan dodol, kulit, hingga cokelat. Ya, ada salah satu pabrik cokelat di sana yang membuatnya dengan aneka isian.
Cokelat dengan jenama ternama dibuat di Garut, seperti Ceres dan Silverqueen. Di tengah dominasi itu, muncullah PT Tama Cokelat Indonesia dengan produk pertama adalah cokelat isian dodol yang langsung diminati masyarakat juga turis.
“Kalau dari awal ini UMKM 2009. Pak Kiki dulu masih pegawai dan keluar dari pekerjaannya, tanpa sengaja, pas masih di Jogja mendapat oleh-oleh dodol dari ibunya,” ujar Edwin Rinaldi bagian general affair kepada Beritanasional. ID Senin, ( 22/8 ).
“Kemudian, di dapur ia nyemplungin dodol itu ke adonan cokelat. Ternyata enak, dari situ ia pulang ke Garut dan membuat sebuah produk yang mengawinkan dodol dan cokelat, nah ini adalah isian cokelat itu adalah dodol,” katanya.
“Ternyata setelah di-launching ke masyarakat, diterima dan menjadi buah tangan dari Garut. Karena bukan hanya dodolnya yang sudah terkenal tapi ada bungkus cokelatnya,” terangnya.
Singkat cerita, cokelat dodol atau Chocodot itu semakin berkembang. Salah satu inovasi yang digarap adalah menyentuh milenial dengan penciptaan kata-kata yang unik, ‘rasa sayang, makin cinta sampai tolak miskin’ di bungkusnya.
Pada saat itu, dimasa kejayaan Chocodot
Masa keemasan Chocodot sekira tahun 2012. Kala itu, ada artis ibu kota yang mendapat oleh-oleh cokelat isian cabai.
Setelah dipakai untuk konten di acaranya, cokelat isi cabai itu pun meledak di pasaran. Awal mula dari cokelat pedas ini terinspirasi dari keripik pedas yang hits kala itu, bernama Maicih.
“Memang itu kreasi dan bagian research. Inovasi beliau tidak sampai di situ. Lalu melihat produk yang lain, kok ada yang menjual produk pedas berlevel, akhirnya kita coba masukkan cabai, ginger, cinamon, kita mix, dan launch ke pasar ternyata diterima,” ucap Edwin.
“Dan, yang isian cabe ini memang juara. Karena memang masyarakat kita banyak yang suka pedas, apalagi saat itu dibawa Sule ke OVJ,” dia menjelaskan.
“Tetapi ini aneh, manis dan campur pedas. Alhamdulillah itu bisa diterima masyarakat kita,”imbuhnya.
Kembali lagi di masa awal-awal, Chocodot masih menggunakan kemasan yang berbau Garut. Latarnya masih gunung dan sebagainya, karena ingin mempromosikan destinasi yang ada di kota itu.
“Tapi itu untuk lokal yang datang ke Garut. Kata-kata yang tadi untuk konsumen nasional, tidak hanya di lokal Garut saja,” katanya.
“Lalu berkembang lagi, tidak hanya kata ‘I Love Garut’, kalau orang ke Bali maka mereka bisa melihat ‘I Love Bali’ kemasannya barong karena bule pengennya identik dengan yang ada di sana,” ungkapnya.
Sedangkan dimasa Pandemi membuat pabrik sepi dan pada saat itupun keadaan
Chocodot juga sangat terdampak oleh pandemi dan setelah dua tahun berlalu mereka mulai bangkit. Karena bukan makanan pokok, banyak pekerja dirumahkan.
Dalam suatu waktu, pabrik itu pun kosong karena PPKM. Dan, banyak bahan baku yang dibagikan atau terbuang sia-sia.
“Yang bikin pakem kan PPKM, karena selama nggak ada pergerakan orang semuanya mati. Sama semua juga, karena Garut kota wisata dan itu melekat sama buah tangannya, mulai dari dodol, kulit, kerupuk kulit sampai cokelat, karena bukan daily consume,” ucap Edwin.
“Lalu dimasa Pandemi, kita mencoba kembali untuk para pengusaha ini optimis. Pesan direktur bahwa tidak mencari keuntungan tapi bagaimana usaha ini bisa kembali lagi bangkit,” tambahnya.
“Yang penting cost-nya tertutup supaya ini bisa memberi yang terbaik. Itu setelah kemarin berdarah-darah kita bisa bangkit kembali. Dalam artian bagaimana ini harus sinkron dengan pemerintah, selama tidak ada pembatasan pergerakan manusia maka ekonomi akan bangkit,” kata dia.
Chocodot saat ini masih terpuruk. Pabriknya masih sepi karena hanya ada setengah dari total karyawan sebelum pandemi.
“Tim 36 orang. Sempat terpuruk dan kalau 100% ada 72 orang. Agak sepi. Kalau normal itu penuh ruangannya,” kata Edwin.
“Pimpinan kami optimis akan cepat pulih karena sudah bisa lepas masker di tempat umum. Kita optimis ekonomi akan tumbuh kembali,” ucapnya.
Karena pandemi, Chocodot melebarkan sayap ke bisnis kuliner yang lain. Mereka kini sedang menggarap ayam vakum yang siap saji.
“Pas disaat adanya wabah pandemi kita mengembangkan salah satunya ayam pendopo. Itu terinspirasi dari bebek betutunya Bali yang divakum dan bisa bertahan lama bisa sampai 5 bulan. Ayam sudah matang, tinggal konsumsi. Itu tinggal di panaskan saja,” Paparnya.
“Kita kemarin sudah mencoba, berharap bisa dilaunching tahun ini atau tahun depan. Karena kita masih menyelesaikan syarat higienisnya dan yang lain,” Pungkas Erwin.
Sumber Artikel : beritanasional.id